Menilik Lebih Dalam Tentang Perppu Cipta Kerja yang Dinilai Rugikan Pekerja

Admin LinovCommunity - 1 year ago

Per Tanggal 30 Desember 2022 lalu Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Perppu ini mengundang banyak sorotan dari kalangan pekerja karena dirasa banyak pasal-pasal yang memberatkan mereka.


Banyak pasal-pasal yang dianggap malah memberatkan pekerja dan tidak menjawab keresahan mereka. Padahal seharusnya Perppu Ciptaker ini bisa lebih baik dari UU Cipta Kerja yang digugat ke MK pada 2020 lalu.


Lalu, mana sajakah poin yang dianggap memberatkan para pekerja? Mari simak dalam artikel berikut ini!

Dasar Penerbitan Perppu No 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja

Penerbitan Perppu No.2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dikeluarkan menjelang penutupan akhir tahun ini dikeluarkan sebagai bentuk pengguguran dari putusan MK tentang UU Cipta Kerja yang dinilai inkonstitusional bersyarat.


Sebelumnya, pada 2020 lalu ini banyak pihak yang mengajukan judicial review kepada MK atas pengesahan UU Cipta Kerja. Lalu dari laporan tersebut MK pun melakukan uji materi dan pada 2021 MK memutuskan UU Ciptaker cacat formil karena pembahasannya tidak sesuai dengan aturan dan tidak memenuhi unsur keterbukaan.


Dari putusan MK tersebut maka pembuat undang-undang diberikan waktu 2 tahun untuk melakukan perbaikan. Apabila lebih dari jangka waktu yang ditetapkan, maka UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional bersyarat permanen.


Namun, kurang dari setahun dari putusan MK, pemerintah resmi menerbitkan Perppu Cipta Kerja dengan mempertimbangkan kebutuhan mendesak dan langkah mengantisipasi krisis ekonomi global.


Presiden Jokowi menilai kondisi yang tidak menentu menjadi dasar mengapa Perppu ini harus ditetapkan. Perppu ini juga menjawab kepastian hukum kepada para investor baik dalam dan luar negeri.


Dampak Pengesahan Perppu Ciptaker

Setelah ditetapkan, Perppu Cipta Kerja ini langsung menjadi pembahasan hangat di kalangan pekerja. Ini tidak lain dan tidak bukan karena banyak pasal di dalam Perppu ini yang dianggap memberatkan para pekerja.


Beberapa poin di dalam Perppu ini yang menjadi sorotan antara lain:


1. Penghapusan Libur 2 Hari

Aturan libur kerja 2 hari akan dihapus dalam Perppu Ciptaker. Ini tertuang dalam pasal 79 ayat 2 huruf b. Di dalam pasal tersebut, ada dua jenis istirahat.


Pertama adalah istirahat antara jam kerja, lalu kedua adalah istirahat mingguan sebanyak 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu.


Pasal ini bertolak belakang dengan pasal 79 UU No 13 tahun 2009 tentang Ketenagakerjaan yang masih terdapat aturan 2 hari libur untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.


2. Rumus Perhitungan Upah Minimum

Perubahan rumus perhitungan upah minimum tertuang dalam pasal 88 D ayat 2, di mana upah minimum dihitung dengan mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.


Namun, di dalam pasal 88 F, terdapat penjelasan tambahan yang bunyinya " Dalam keadaan tertentu, pemerintah dapat menetapkan formula perhitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 88 D ayat 2".


Dengan begitu, artinya pemerintah dapat dengan mudah mengubah formula penghitungan kapan pun sesuai dengan ketetapan pemerintah.


3. Ketentuan Pesangon

Di dalam Perppu ini, pemerintah menghapus frasa 'paling sedikit' yang sebelumnya terdapat pada UU Ketenagakerjaan. Penghapusan frasa ini berpotensi merugikan pekerja karena bisa saja mereka menerima pesangon lebih kecil dari yang semestinya dan tidak bisa melakukan perundingan atas pesangon yang didapatkan.


4. Pekerja Kontrak

Tidak ada perbedaan antara ketentuan pekerja kontrak atau PKWT di UU Ciptaker maupun Perppu yang baru ditetapkan. Artinya, Perppu ini masih belum memberikan kepastian mengenai periode pekerja kontrak.


Padahal, sebelumnya UU Ketenagakerjaan menetapkan maksimum periode pekerja kontrak adalah 2 tahun dan hanya dapat diperpanjang selama 1 tahun.


5. Kriteria Pekerja Outsourcing

Aturan mengenai pekerja outsourcing tertuang dalam pasal 64-66. Namun pasal tersebut belum menjelaskan mengenai pekerja apa saja yang dapat dikategorikan dalam pekerja alih daya.


Dengan begini, artinya semua jenis pekerjaan dapat dialihdayakan yang sering kali mengancam kesejahteraan pekerja.


Selain itu, ada beberapa undang-undang yang terdampak Perppu Omnibus Law ini, seperti penghapusan sejumlah pasal, penambahan dan perubahan isi aturan. 


Undang-Undang yang terdampak dari perppu ini diantaranya adalah UU tentang Ketenagakerjaan, BPJS, Perbankan Syariah, hingga aturan tentang investasi. Berikut adalah UU yang mengalami perubahan karena Perppu No.2 tahun 2022 ini.

  1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014

  2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009

  3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2014

  4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020

  5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2010 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

  6. Undang-Undang Nomor  8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pihak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

  7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan

  8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007

  9. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Sabang Menjadi Undang-Undang

  10. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dibentuk Lembaga Pengelola Investasi. Lembaga Pengelola Investasi Lembaga Pengelola Investasi yang dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja hanya dapat dibubarkan dengan Undang-Undang.

  11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 105

Bagaimana Tanggapan Pekerja Terkait Perppu Ini?

Penerbitan Perppu ini mendapat banyak sorotan dari berbagai pihak, terlebih dari para pekerja. Partai Buruh, Kuasa Hukum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, serta organisasi serikat buruh dan petani menolak keras isi dari Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini. 


Banyak partai buruh dan serikat kerja menyoroti empat poin yang menurut mereka memberatkan dan dirasa kurang berpihak pada mereka. Poin pertama yang dinilai cukup bermasalah adalah Pasal 88 ihwal upah minimum. Terdapat kalimat ‘kenaikan upah minimum kabupaten atau kota dapat ditetapkan oleh gubernur. Kata ‘dapat’ pada kalimat tersebut dianggap sebagai titik kritis karena dapat menimbulkan celah tidak terjadinya kenaikan upah minimum. 


Sorotan yang kedua adalah terkait formula kenaikan upah yang tercantum pada pasal 88 D Perppu Cipta Kerja. Pada kebijakan tersebut tertulis bahwa variabel perhitungan kenaikan upah berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indikator tertentu. Pada indikator tertentu itulah yang belum ada kejelasan seperti pihak mana yang akan menetapkan indikator tersebut.


Sebagai juru bicara dan presiden dari Partai Buruh, Said Iqbal menyatakan bahwa hanya ada dua formula yang bisa digunakan oleh pemerintah untuk menetapkan upah minimum, yaitu melalui survei kebutuhan hidup layak atau variabel inflasi plus pertumbuhan ekonomi. 


Sorotan yang ketiga adalah pasal 88 F yang menuliskan “Dalam keadaan tertentu, pemerintah dapat menentukan formula perhitungan upah minimum yang berbeda dengan formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada pasal 88 D ayat dua.”


Pada pasal tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk mengubah formula perhitungan kenaikan upah minimum. Inilah yang ditentang keras oleh para buruh. Said menilai bahwa peraturan ini seharusnya bersifat rigid atau tidak mudah untuk diubah-ubah. 


Sorotan terakhir adalah bahwa Partai Buruh meminta upah minimum sektoral kabupaten dan kota untuk dihilangkan, sehingga hanya ada satu upah minimum yang berlaku berdasarkan wilayah.


Bagi Anda yang ingin membaca salinan terbaru dari Perppu No.2 tahun 2022, Anda bisa mengunduhnya di sini. Terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat.


Itulah ulasan tentang Perppu No.22 Tahun 2022. Pada dasarnya, setiap perubahan pasti akan menimbulkan dampak. Maka dari itu, pemerintah dan rakyat harus saling bekerja sama untuk membuat kebijakan yang terbaik agar tidak ada yang dirugikan.